15 April 2012

Selamatkan Paru-paru Bumi ! !

cerpen ini adalah cerpen pertamaku yang aku ikutkan dalam  Lomba Tupperware Children Helping Children 2011 nggak nyangka bisa masuk 50 besar kategori menulis tingkat SMA/sederajat hehehe... seneng banget ya walaupun nggak bisa dapat juara hehehe

“Manusia yang saat ini adalah manusia yang dipenuhi keserakahan. Manusia tidak menyadari bahwa dampak dari keserakahan itu adalah penderitaan. Keserakahan manusialah yang telah memberikan bencana kepada manusia itu sendiri. Banjir, tanah longsor, kekeringan, itu semua merupakan akibat dari keserakahan manusia. Manusialah yang telah merusak hutan. Tidak hanya manusia yang menjadi korban, tetapi flora dan fauna juga menjadi korban. Namun, tragisnya, bukannya kita semakin sadar untuk melestarikan hutan. Nyatanya, laju kerusakan hutan di Indonesia semakin tinggi.”


***

“Hei Ra.” aku mendengar seseorang memanggil ku. Aku pun menoleh. Ternyata Yuna yang memanggil ku. “Mau pulang?” tanyanya.
“Ya.” jawabku. “Oh ya selamat ya, pidatomu tadi bagus banget. Aku yakin kamu pasti menang.” kataku. Dan itu memang benar, pidatonya tadi sungguh menakjubkan. Semua orang terkesima dibuatnya, termasuk aku.
“Terima kasih.” Yuna tersenyum tipis.
“Setelah ini kau mau kemana?” tanyaku.
“Menurutmu?”
Aku menatap curiga kearahnya. Kedua tangannya memegang buku-buku Biologi.
“Menurutku kau akan kesuatu tempat, yang pastinya berhubungan dengan buku-buku itu.”
telunjukku mengarah ke buku yang ia pegang.
Yuna tertawa. “Kau benar. Aku akan menemui Profesor Lee setelah ini.”
Ada urusan apa?” tanyaku penasaran.
“Mungkin mau membicarakan tentang Universitas.”
Yuna adalah murid kesayangan Profesor Lee, Guru Besar Sains di SMA Cakra Buana, tempak kami bersekolah. Wajar saja jika Profesor Lee ikut campur dalam memilih Universitas yang akan Yuna pilih setelah lulus nanti. Profesor tidak akan membiarkan masa depan Yuna berantakan hanya karena salah memilih Universitas. Terlebih lagi, Yuna adalah siswi yang sangat berprestasi di SMA Cakra Buana.
“Kau sendiri sudah memikirkan Universitas yang akan kau pilih?”
Aku mengangkat bahuku.
“Kau harus segera memikirkannya Ra, tiga bulan lagi kita akan lulus.”
“Mama menyuruhku kuliah di Bogor saja. Katanya agar aku bisa dekat dengan keluarga.” kataku.
Ia tersenyum padaku. “Pilihlah Universitas yang sesuai denganmu. Aku duluan ya.” ia menepuk bahuku kemudian pergi.

***

“Dasar manusia serakah. Enak saja mereka menebang hutan sesuka hati.” kata Nur kesal.
“Benar. Apa mereka tidak tahu dampak yang mereka perbuat?” suara Merin sama kesalnya dengan Nur
“Bukan hanya manusia korbannya, hewan dan tumbuhan yang tidak bersalah juga menjadi korban.” Nur bangkit dari tempat duduknya dan berjalan kearah dapur.
“Mereka juga sangat bodoh.” Arin mulai angkat bicara. “Apa mereka tidak merasa bersalah telah merusak hutan itu.”
“Yang mereka pikirkan hanya uang dan uang.” Merin semakin kesal.
“Dasar manusia tidak tahu diri. Bukannya bersyukur, tapi malah merusak hutan.” suara Nur terdengar dari dapur. Ia kembali ke ruang tamu sambil membawa sebuah apel dan pisau. Dengan kesal ia memotong apel itu.
“Sudahlah. Jangan kau lampiaskan amarahmu pada apel-apel itu.” kataku.
Nur menatap apel yang ada ditangannya telah berubah menjadi potongan-potongan dadu-dadu kecil. Sepertinya ia tidak sadar telah menganiaya apel itu dengan kejam. Kemudian Nur menatap kami sambil tersenyum dan berkata “Maaf, aku terlalu kesal.”
Ya begitulah respon teman-temanku jika mereka mendengardengar tentang berita kerusakan alam. Kami semua adalah siswi SMA yang akan lulus tiga bulan lagi. Kami tinggal bersama-sama di kosan ini sudah hampir tiga tahun. Sebenarnya, kami tinggal berlima, tapi satu teman kami yang bernama Meymey sedang ada urusan di Sekolahnya. Kami semua berbeda Sekolah, tapi ajaibnya, kami semua sama-sama jurusan IPA dan merupakan aktivis lingkungan. Dan kami adalah anggota dari Bioma Club, salah satu klub pecinta alam di Jakarta.
“Lihat, ternyata korban dari tanah longsor itu cukup banyak.” kata Arin.
“Kasihan sekali keluarga mereka.” nada suara Arin terdengar sedih.
Aku menatap ke layar televisi. Benar kata Arin, korban dari tanah longsor itu cukup banyak.
“Itulah akibat keserakahan manusia. Menebang pohon di hutan sembarangan, akibatnya terjadilah tanah longsor.” amarah Nur masih berkobar.
Tatapanku berhenti di daftar korban yang 21. Dadaku tiba-tiba sesak. Sulit bagiku untuk bernapas.
“Oh my God." Merin berteriak kaget. “ Kak Rio.”
Jadi benar yang ku lihat. Nama yang berada di nomor urut ke 21 itu Kak Rio.

***
Setelah melihat berita itu, kami berempat pun segera pergi ke rumah Kak Rio. Untunglah hari masih sore.
Saat kami tiba, rumah Kak Rio sudah ramai. Ada sebuah bendera kuning yang digantung di atas pagar. Para aktivis lingkungan Bioma Club juga sudah datang. Kami  pun masuk.
“Sabar ya Om.” Kataku kepada seorang lelaki setengah baya. Dia adalah ayah Kak Rio.
Aku mendengar tangisan Tante Ayu dari kamarnya. Tante Ayu pasti sedih mendengar berita kematian anaknya. Kak Rio adalah anak satu-satunya Om Frans dan Tante Ayu. Wajar saja jika mereka begitu terpuruk.

***

Tiga hari telah lewat sejak berita kematian Kak Rio. Tapi suasana di Bioma Club masih tetap sama seperti saat tiga hari yang lalu. Semua anggota Bioma Club masih merasa terpukul. Kak Rio adalah salah satu aktivis lingkungan dari Bioma Club, juga anak dari pendiri Bioma Club.
“Om Frans sudah datang?” tanyaku.
Meymey mengangguk pelan
Aku melangkah ke ruangan Om Frans dan kemudian mengetuk pintu ruangan itu. Tidak ada jawaban. Aku pun membuka pintu itu. Ku lihat Om Frans sedang duduk di kursinya menatap sebuah bingkai foto.
“Om.” kataku pelan.
Om yang salah. Om yang suruh Rio ikut dalam kegiatan itu. Andaikan Om tidak menyuruh Rio pergi, Rio pasti tidak akan menjadi korban tanah longsor itu.” Perlahan air mata Om Frans jatuh.
“Bukan salah Om kok.” aku berusaha menghibur Om Frans. Benar. Bukan Om Frans yang salah. Kak Rio sendiri yang ingin pergi ke sana. Kak Rio sendiri yang ingin ikut berpartisipasi dalam menghijaukan Hutan itu
“Aku harus pergi Ra… aku ingin ikut berpartisipasi dalam reboisasi Hutan itu. Kau tahu kan Hutan itu sangat penting bagi ku.” Kata Kak Rio padaku, sehari sebelum kepergiannya ke Bandung.

***

“Padahal baru saja sebulan yang lalu terjadi tanah longsor, tapi mereka sudah mau merusak hutan lagi.” Meymey emosi.
Ada apa sih?” tanyaku.
“Ini lihat.” Merin menyerahkan sebuah koran kepadaku.

Pembangunan Jalan Tol melewati Hutan Lindung akan segera di bangun.

“Apa mereka tidak punya hati. Ada 26 orang yang telah menjadi korban, dan mereka masih bersikeras tetap merusak hutan.” Troy marah dan menggebrak meja.
Benar. Apa  mereka tidak punya hati. Kak Rio telah berkorban demi melestarikan hutan itu, tapi mereka akan merusak hutan seenaknya. Ini tidak bisa dibiarkan.  Hutan harus tetap terlindungi.

***

“Apa yang akan kalian perbuat itu tidak benar. Kita tidak boleh merusak hutan.” kataku geram.
“Kalian tidakmengerti.” kata seorang lelaki berjas hitam.
“Justru karena kami mengerti, kami datang kesini.” Rinta kesal.
“Kalian berkata seperti itu karena kalian tidak tahu keuntungan dari pembuatan jalan ini.” kata lelaki itu lagi.
“Keuntungan seperti apa yang anda maksud?” amarahku semakin besar.
“Pembuatan jalan ini dapat mengurangi kemacetan.” lelaki berjas hitam yang lebih pendek ankat bicara.
“Hanya itu?” Troy tidak dapat menahan emosinya lagi lalu menggebrak meja.
“Jaga sikapmu anak muda.” Sang Mandor memperingatkan.
“Hutan itu adalah mata pencaharian warga.” Rinta memberitahu mereka.
“Tapi warga sudah setuju. Mereka telah mengambil uang dispensasi itu.” kata sang Mandor.
“Kami mohon batalkan proyek ini.” aku memohon.
Lelaki berjas hitam yang lebih pendek tetawa mengejek. “Kalian pikir itu semudah yang kalian bayangkan? Pak Menteri Perhubungan sendirilah yang menyuruh kami. Dan dia jugalah yang memiliki kuasa. Bukan kami.”
“Lagi pula Menteri Kehutanan juga telah memberikan surat izin. Pak Wakil Presiden juga telah setuju. Jadi apa kami dapat menggagalkannya?” sang Mandor kembali berbicara.
Troy tidak dapat menahan amarahnya lagi, sehingga ia mulai membuat kekacauan. Kami pun diusir. Tapi, usaha kami tidak berhenti sampai disitu. Kami pun datang ke pemukiman penduduk dekat Hutan Lindung.

***

“Bagaimana?" tanya Merin saat kami tiba di basecamp Bioma Club.
Aku menggeleng. Aku melihat kekecewaan di mata Anggota Bioma Club lainnya.
“Tadi kita sudah mendatangi Mandornya, tetapi mereka tidak dapat melakukan apa-apa.” Ayu menjelaskan.
“Kalian sudah mencoba membujuk para warga.” tanya Arin.
“Warga-warga itu mata duitan. Mereka tidak peduli Hutan itu rusak. Yang mereka pedulikan hanya uang ganti rugi itu.” kata Troy masih emosi. “Mereka tidak sadr kerugian yang mereka dapat jika tetap membiarkan hutan itu dirusak. Mereka lupa, hutan itulah yang telah menghidupi mereka saat ini. Hutan itu juga yang melindungi mereka dari bencana alam.” emosi Troy tak bisa ditahan lagi dan ia mulai menggebrak meja. Troy selalu menggebrak meja jika sedang kesal.
“Hanya ada beberapa warga saja yang menolak pembangunan jalan itu.” kata Meymey menambahkan.
“Kita masih punya cara lain.” suara Om Frans dari balik pintu. Sepertinya Om Frans sudah mendengar percakapan kami sejak tadi. Wajar saja, menurutku suara kami cukup keras, terlebih lagi Troy yang sejak tadi trus saja emosi.
“Bagaimana caranya Om?” tanya Nur.
“Kita harus membujuk Pak Menteri.” perkataan Om Frans membuat kami tercengang.
“Itu mustahil Om. Untuk bertemu Mandor itu saja sudah sangat sulit bagi kami. Dan kami telah membuang kesempatan emas kami untuk membujuk Mandor itu hanya karena seorang anak kecil yang tidak bisa menahan emosinya.” aku melirik kearah Troy. Aku memyebut Troy anak kecil, karena usiaTroy dua tahun lebih muda dariku.
“Aku memang anak kecil. Tapi rasa cintaku terhadap bumi sangatlah besar.” Troy membela diri. “Kenapa kita tidak berdemo saja.” usul Troy membuat kami semua kaget.
“Kau gila.” Dan menurut ku itu benar. Troy memang sudah gila. Mana mungkin cowo berusia 15 tahun memiliki pemikiran untuk berdemo di depan kantor menteri.
“Apa salahnya?” kata Troy.
“Iya, aku setuju dengan usulmu Troy. Jika perlu kita berdemo sekalian di depan rumah Presiden.” suara Meymey terdengar bersemangat.
“Kita tidak bisa sembarangan berdemo Troy.” kataku.
“Kenapa?” tanya Troy.
“Karena kita tidak punya surat ijin.” kataku.
“Bagaimana jika kita meminta bantuan Profesor Lee?” Om Frans memberi usul. Semua anggota terlihat bersemangat dengan ide gila ini. Sejujurnya aku memang tidak suka ide gila ini. Tapi, Troy benar. Kita harus bisa membujuk Menteri.
Rencana kami untuk berdemo di depan kantor Menteri Perhubungan gagal. Dan aku sudah menebaknya dari awal, karena murid SMA yang masih di bawah umur seperti kami mana mungkin bisa mendapat surat ijin untuk berdemo di depan kantor Menteri Perhubungan. Tapi kami, para anggota Bioma Club tetap akan pernah menyerah. Semangat cinta kami terhadap bumi sangatlah besar. Kami punya rencana lain. Kami memilih gerakan berdemo lewat dunia maya. Kalian tahu Facebook, Twitter, dan Blog kan? Nah lewat itulah kami berdemo. Kami membuat gerakan cinta alam dan melarang perusakan Hutan lewat dunia maya. Dan usaha kami tidak sia-sia. Dalam satu minggu, ada sekitar 1121 Facebookers yang mendukung usaha kami.
Inilah opini beberapa masyarakatdi Facebook.
“Aku dukung usaha kalian” kata Qeqe.
“Benar. Hutan harus tetap dijaga.” kata Leon.
Kalau yang ini, opini masyarakat di Twitter.
We will support you!” kata Novella. Novella adalah pelajar Indonesia di Italia loh!!
Di Blog juga banyak yang support.
“Aku ingin gabung dengan Bioma Club..!!!” kata Vina.
Kami tidak hanya mendapat dukungan dari dunia maya saja. Berkat bantuan Profesor Lee serta Sekolahku SMA Cakra Buana, kami mendapat dukungan dari siswa-siswi di beberapa Sekolah dan Universitas.
Troy juga berhasil mendapatkan dukungan dari warga setempat berkat usahanya dan para anggota Bioma Club lainnya. Mereka memberikan penyuluhan terhadap para warga tentang betapa pentingnya Hutan bagi kelestarian hidup manusia. Sebagian wilayah Hutan yang rawan longsor juga telah di lakukan Reboisasi. Senangnya warga-warga itu mau kembali merawat Hutan lagi.
Setengah bulan telah berlalu sejak kejadian tanah longsor itu. Kami pun mendapat surat dari Kementerian. Isi surat itu adalah, undangan makan siang bersama dengan Menteri Kehutanan. Walaupun tidak bisa bertemu dengan Menteri Perhubungan, setidaknya bisa bertemu dengan Menteri Kehutanan kan… Dan yang penting, kita tidak datang dengan cara berdemo.
Aku berkesampatan mewakili anggota Bioma Club untuk bertemu dengan Pak Zulkifli Hasan selaku Menteri Kehutanan. Setelah kematian Kak Rio, aku berjabat sebagai Ketua dari Bioma Club. Enak juga ya jadi Ketua..!! Om Frans dan Profesor Lee juga ikut menghadiri undangan makan siang bersama Pak Menteri. Jangan bilang siapa-siapa ya, aku seneng banget. Ini merupakan pertama kalinya aku bertemu dengan Menteri.
Pembangunan jalan tol melewati hutan lindung itu pun akhirnya dibatalkan. Kami sangat bahagia karena usaha kami tidak sia-sia. Anggota Bioma Club juga sudah semakin banyak, sekitar 250 anggota aktif. Keren kan!!
Semua berakhir bahagia. Hutan kembali terlindungi, begitu pula dengan hewan dan tumbuhan-tumbuhan yang hidup didalam hutan. Masyarakat juga sudah semakin sadar akan menjaga lingkungan. Mereka membentuk regu penjaga hutan untuk menangkap penebang Hutan dan pemburu liar.
Aku pun bahagia, karena aku lulus dengan nilai yang memuaskan. Kini aku kuliah di Institut Pertanian Bogor. Aku tetap anggota dari Bioma Club, walaupun aku tidak bisa aktif setiap hari. Jabatan Ketua aku serahkan pada Troy. Menurutku, dia berhak mendapat penghargaan itu.

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar