“You’re my everything. Would you be my
girlfriend?”
***
Daun-daun
dari pohon-pohon yang tumbuh di taman SMA Cakra Buana satu persatu mulai
berguguran. Angin berhembus dengan tenang. Di bangku taman panjang berwarna
coklat seorang gadis berkuncir kuda duduk sambil menekuri sebuah novel tebal.
Bola matanya bergerak lincah ke kiri dan kanan dari balik kacamata berframe
bulat berwarna hitam.
“Fy...”
pekik sebuah suara yang tak asing lagi untuk gadis itu. Mario, laki-laki
berpostur tinggi kurus itu lalu duduk disampingnya. “Ify.” Panggil Rio lagi.
“Hmmm?”
jawab Ify tanpa mengalihkan perhatiannya dari novel yang sejak sejam lalu ia
baca.
“Come
on, Fy!” Ucap Rio sambil mengambil paksa novel Ify. “Look at me. Just for a
while.”
Ify
berdecak kesal. “Iya, iya. Ada apa sih?” tanyanya, lantas menatap wajah
laki-laki tampan itu.
“I
fell in love.”
“Terus?”
“Gue
mau nembak dia.”
“Ya,
terus apa urusannya sama gue?”
“Ify,
pendapat lo penting banget buat gue.”
“Pendapat
apaan?”
“Pendapat
lo tentang rencana gue mau nembak dia lah.”
“Kalo
mau tembak ya tembak aja.” Ucap Ify tak acuh.
“Lo
kayaknya ga peduli banget sama cerita gue, Fy.” Rio mendengus kesal.
“Sorry
deh. Abisnya, lo jatuh cinta kan udah biasa, Yo. Sampai bosan gue dengar cerita
lo yang jatuh cinta mulu.”
Rio
membelalak.
Tawa
Ify pecah seketika melihat perubahan mimik Rio. Kedua jari telunjuk dan
tengahnya diangkat hingga membentuk huruf V.
“Memangnya
siapa sih cewek yang berhasil buat lo jatuh cinta lagi?” tanya Ify, sengaja
memberi penekanan pada kata ‘lagi’.
“Shilla.”
Ify
terperangah. “Shilla yang siswi baru itu?”
Rio
mengangguk mantap. “Dia itu beda, Fy. Dia itu nggak seperti mantan-mantan gue
yang lain. Dia itu nggak cuma cantik, smart, dan tajir. She’s more than a
princess for me.” Jelas Rio dengan serius. “Lo mau nggak bantu gue?” tanya Rio
memohon.
“What
should i do?” tanyanya sambil meraih kembali novelnya.
“Comblangin
gue sama dia.”
Ify
terdiam.
“Fy.”
Panggil Rio. “Gimana? Please, help me.”
“Kenapa
harus gue sih? Kenapa nggak lo sendiri aja yang deketin Shilla. Biasanya juga
gitu.”
“Kan
udah gue bilang Shilla itu beda, Fy. Nggak seperti mantan-mantan gue yang
kecentilan dan kalo gue tembak akan langsung bilang YA. Please, Fy, bantu gue.
Karena cuma elo yang bisa bantu gue. Lo dan Shilla kan sekarang dekat tuh.”
Rio
menggenggam tangan Ify dengan penuh ketulusan. “Fy, kita best friend kan?”
Ify
menatap Rio tepat dikedua manik teduh itu. Best friend. Just a friend. And always
be friend. Sekejap rasa itu hadir. Rasa sakit yang begitu menusuk, cepat-cepat
ia menetralisasikan kembali perasaannya. Kecewa, namun itu kenyataannya.
“Oke.”
Sanggup Ify.
Rio
mengulur nafas lega. Dalam satu gerakan cepat Rio menarik Ify dalam pelukannya.
Di dalam hatimu tlah ku
temukan arti kebahagiaan
Bersama dirimu aku merasa
berarti
Sanggupkah dirimu untuk
bertahan
Hingga waktu tak berjalan
Mencintaiku walau bintang
tak terang
Ify terdiam kaku. Hampir saja kehabisan
nafas karena dipandangi begitu intens oleh Rio. Belum lagi dengan syair lagu
yang Rio nyanyikan untuknya dengan versi akustik membuatnya meleleh
seleleh-lelehnya.
“You’re
my everything. Would you be my girlfriend?”
Ify
menggigit bibirnya bagian dalam. Dengan usaha maksimal untuk mengendalikan
dirinya. Ify mengangkat wajahnya, menatap kedua manik teduh Rio yang penuh
ketulusan. Kemudian menggangguk pelan. “Iya.” Jawab Ify agak malu.
Sebuah
senyum mengembang di kedua sudut bibir Rio. “Menurut lo Shilla akan jawab gitu
ya?”
Deegggg...
Rasa
itu kembali hadir. Rasa sakit yang menjelajar diseluruh tubuhnya. Untuk Shilla.
Jelas-jelas Ify tahu kalau itu semua hanya latihan. Rio sudah menjelaskan
padanya sejak awal. Tapi kenapa Ify justru berfantasi sendiri dengan
pikirannya?
Ify
batuk. Tangan kanan yang digunakan untuk menutupi mulutnya segera ia
sembunyikan ke samping tubuhnya saat mendapati bercak merah disana.
“Lo
masih batuk aja, Fy. Sebenarnya lo udah ke dokter belum sih?”
“Udah
kok.”
“Terus
kata dokter lo sakit apa? Kok nggak sembuh-sembuh juga.”
“Cuma
batuk biasa. Udah deh nggak usah dibahas lagi. Yuk, lanjutin latihannya.”
Rio
menyipitkan sebelah matanya sebentar. “Benar Cuma batuk biasa?”
“Iya,
benar. Yaudah ayo lanjutin latihannya lagi.”
Lalu
Rio kembali fokus bernyanyi dengan gitar yang ia petik.
“Yo,
boleh nggak gue minta satu permintaan ke
elo?”
“Apa?”
“Nanti
kalo lo udah berhasil dapetin Shilla.” Ify terdiam sejenak. Lalu menarik nafas
panjang dengan perlahan. “Lo mau kan berbagi kebahagiaan lo itu sama gue?”
Rio
menghentikan permainan gitarnya. Ditatapnya Ify lekat-lekat. Bingung, tak paham
maksud perkataan Ify. “Maksudnya?”
“Intinya,
kalo lo udah berhasil nembak Shilla dan Shilla nerima lo. Gue mau lo datang ke
Taman Kota.”
“Oh,
oke.”
“Promise?”
“Promise.”
***
Rencana
Rio menyatakan cintanya pada Shilla berjalan sukses. Rio dan Shilla kini resmi
berpacaran. Rio sangat bahagia. Begitu bahagianya hingga ia lupa pada sebuah
janji yang penah ia ucapkan pada seseorang.
Cintailah aku sepenuh hati
Sesungguhnya aku tak ingin
kau pergi
Tak’kan mampu ku hadapi
dunia ini
Tiada arti semua bila kau
pergi
Rio
duduk dibangku panjang Taman Kota ditemani seorang gadis. Bukan Ify. Melainkan
Shilla. Gadis yang selalu Rio puja. Gadis yang mampu membutakan mata dan hati
Rio. Gadis yang mampu mematikan semua ingatan Rio akan kenangannya bersama seseorang
yang telah menemani hari-harinya sejak ia masih kecil.
“Aaa..
Rio..” Shilla berteriak manja saat Rio dengan sengaja menempelkan gula-gula di
wajah Shilla.
Rio
mengamati lekat-lekat wajah Shilla. Sengaja ingin menyimpan profil sang kekasih
dalam memorinya.
“I
love you” Ucap Rio tulus.
Satu
kata yang selama ini ia jaga dan tak pernah ia utarakan akhirnya terucap untuk
gadis pilihannya. Bahkan Rio tak pernah tahu, bahwa ada gadis lain yang
berharap kata itu akan diberikan kepadanya.
Mengapa
Rio tak juga menyadarinya? Sebodoh itu kah ia? Atau ia pura-pura tak
menyadarinya? Aah, tega sekali Rio jika benar ia hanya berpura-pura tak
mengerti.
Ify,
gadis manis yang selalu menggunakan kacamata berframe bulat berwarna hitam itu, kini hanya tinggal sebuah nama. Nama yang terukir indah
pada sebuah bangku di Taman Kota. Rio tak sadar bahwa bangku yang ia dan Shilla
tempati kini adalah bangku yang pernah Ify tempati dulu.
Disanalah
Ify menunggu kedatangan Rio. Menanti janji yang pernah pemuda itu ucapkan. Berharap Rio datang dengan kue
dengan lilin diatasnya. Berharap Rio mau
membagi kebahagiaannya dengan Ify dan mengucapkan Happy Birthday
padanya. Tapi, Rio tak kun jung datang.
“Andai kamu pernah mencoba untuk
mengerti, Yo. Rasa ini lebih dari sekedar sahabat. Aku mencintaimu, Rio.” Ucap
Ify sebelum akhirnya kanker yang ia derita berhasil menjemputnya.
miris jadi ify di sini.. ya ampuun si rio kagak peka juga.. agak gantung sih ini.. keren!! simple tapi ngena.. kata2nya juga tidak membosannkan..
BalasHapusNumpang promo ya jangan lupa juga buat berkunjung ke blog saya:
obat kista tradisional.
obat pelangsing herbal
terimakasih sebelumnya
Gantunggg maak.gantungggg
BalasHapusGantunggg maak.gantungggg
BalasHapus